Nganjuk, KLIKTODAY.CO.ID – Upaya pemerintah dalam mempercepat kepemilikan sertifikat tanah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kembali mendapat sorotan tajam. Di Desa Pesudukuh, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, tahun 2025, warga menilai pelaksanaan program tersebut jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Program yang seharusnya membantu masyarakat memiliki sertifikat tanah dengan biaya terjangkau, justru diduga menjadi lahan pungutan liar (pungli). Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, biaya resmi PTSL hanya sebesar Rp150.000 per bidang tanah. Namun, warga Pesudukuh mengaku dikenakan biaya yang jauh lebih tinggi.
“Awal daftar kami diminta Rp350 ribu, lalu ada tambahan Rp500 ribu lagi. Padahal untuk patok dan materai kami masih beli sendiri,” ungkap beberapa warga Dusun Pugruk, Jumat (17/10/2025).
Warga juga menuturkan adanya variasi pungutan antar dusun. Bahkan, salah satu warga mengaku dipungut hingga Rp1 juta, di luar biaya pembelian perlengkapan administrasi.
“Iya pak, saya bayar Rp350 ribu, lalu diminta lagi Rp1 juta. Kami bingung uang sebesar itu untuk apa,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Ironisnya, ketika awak media berusaha meminta konfirmasi kepada Kepala Desa Pesudukuh, Romi Yumiani, pada acara penyerahan sertifikat PTSL, sang kades enggan memberikan keterangan dan meninggalkan lokasi usai sambutan pembukaan. Sikap tersebut membuat warga kecewa, karena mereka juga ingin mempertanyakan secara langsung perihal besaran biaya yang tidak sesuai aturan.
Dari sisi hukum, dugaan praktik pungutan liar dalam pelaksanaan program pemerintah seperti PTSL berpotensi masuk kategori tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. UU Nomor 20 Tahun 2001.
Praktik semacam ini bukan hanya merugikan warga secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap program pemerintah yang sejatinya bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Warga berharap aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan Negeri Nganjuk, segera melakukan penyelidikan mendalam dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan penyimpangan tersebut.
“Kalau dibiarkan, masyarakat akan semakin tidak percaya pada pemerintah. Kami hanya ingin keadilan dan kejelasan penggunaan dana itu,” tegas salah satu warga. (Sutiyani/Joko)