Bondowoso, KLIKTODAY.CO.ID – Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bondowoso menggelar rapat koordinasi di Aula Kejaksaan Negeri, pada Rabu (15/10/2025), guna mencari solusi atas konflik agraria antara masyarakat penggarap Ijen dengan PTPN I Regional V.
Pertemuan yang dihadiri jajaran Pemkab, DPR RI, DPRD, Polres, TNI, Kejari, PTPN, dan perwakilan masyarakat ini membahas pengelolaan lahan di zona 1 hingga 6, sementara zona 7 dan 8 akan dibahas berikutnya.
Anggota Komisi VI DPR RI, Nashim Khan, mengungkapkan bahwa ada dua opsi penyelesaian yang tengah dikaji. “Pertama relokasi lahan hortikultura dengan lahan pengganti, kedua kerja sama operasional (KSO) bagi masyarakat yang ingin tetap menanam kopi. PTPN diberi waktu tiga hari menentukan pilihan,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid menegaskan pentingnya kemitraan antara PTPN dan petani kopi. “Bondowoso ini Republik Kopi. Maka, penanaman kopi sebaiknya dilakukan dengan sistem kerja sama. Yang tidak sepakat bisa memilih relokasi hortikultura,” kata Bupati.
Forkopimda pun sepakat menetapkan status quo hingga Senin (20/10/2025). Tak boleh ada aktivitas tanam atau pergerakan di lapangan sampai keputusan final diumumkan.
Dari sisi masyarakat, Kades Sumberejo, Mustafa Hendra Hermawan, menilai relokasi sulit dilakukan karena lahan pengganti tidak tersedia. Ia menegaskan masyarakat lebih mendukung pola kemitraan kopi. “Petani menanam, hasil dijual ke PTPN. Sesuai aturan, 20 persen HGU wajib untuk kebun plasma,” ujarnya.
Ketua DPRD Bondowoso, Ahmad Dhafir, juga meminta PTPN menunda perluasan lahan kopi hingga kesepakatan tercapai. “Jangan sampai buru-buru tanam, besok malah muncul konflik baru,” tegasnya.
Pihak PTPN I Regional V menyatakan terbuka terhadap pola KSO, namun menekankan perlunya dasar hukum yang kuat. “Kami targetkan 506 hektar hingga 2027 tetap berjalan, tapi tetap memperhatikan aspirasi masyarakat,” kata Bambang Trianto, Manager Kebun Blawan.
Tokoh masyarakat Ijen, H. Kusnadi, mengkritik PTPN yang dinilai tidak konsisten dengan janji lahan pengganti. “Banyak lahan yang dijanjikan curam dan berbatu. Kalau aman, kenapa mereka tidak garap sendiri?” katanya.
Rakor tersebut akhirnya menegaskan komitmen bersama agar penyelesaian dilakukan secara damai, adil, dan berkelanjutan, demi menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan, hukum agraria, dan kesejahteraan masyarakat Ijen. (*)